Minggu, 19 Desember 2010

Novia Mardalena : Menumbuh-kembangkan Suara Hati Kepala Madrasah


Di setiap organisasi, posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral. Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana pimpinan mampu berimajinasi memajukan organisasinya. Demikian pula dalam konteks madrasah sebagai organisasi, maka posisi kepala madrasah juga sangat strategis dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya. Akan tetapi seringkali terlihat kepala madrasah kurang berdaya karena berbagai sebab dan kendala baik yang bersifat internal pribadi yang bersangkutan maupun eksternal. Yang bersifat internal misalnya (1) kurangnya keberanian untuk mengambil prakarsa dalam melakukan inovasi yang bersifat strategis, (2) kurangnya pemahaman atas peran-peran yang seharusnya dimainkan, (3) kurangnya keberanian menanggung risiko dan seterusnya. Sedangkan yang bersifat eksternal, misalnya: (1) kekurangan informasi yang seharusnya dikuasai, (2) terlalu banyak peraturan sehingga ruang geraknya terasa terbatas, (3) suasana birokratis yang mengurangi bahkan membatasi ruang gerak dalam upaya pengembangan, dan (4) hubungan primordial yang berlebihan dan seterusnya masih banyak lagi lainnya.


Dalam banyak kasus kepala madrasah yang tergolong inovatif, yang mampu melakukan perubahan-perubahan untuk memajukan madrasahnya, memiliki keberanian keluar dari kendala-kendala itu. Akan tetapi tampaknya orang yang memiliki keberanian seperti itu jumlahnya amat terbatas. Kebanyakan kepala madrasah, entah karena tidak berani menanggung risiko yang ditimbulkan oleh langkah-langkah yang diambil, atau kurang tepat dalam memahami peran-peran yang seharusnya dimainkan sebagai kepala madrasah, lebih memilih sekadar menjalankan garis-garis besar yang dipandang menjadi kewajiban atau wewenangnya. Akibatnya, madrasah yang dipimpin dengan gaya kepemimpinan seperti itu tidak banyak mengalami perubahan dan biasanya berjalan sekadar menjalankan pekerjaan rutinitas. Padahal, sebagaimana teori organisasi modern berkutat dalam rutinitas sejatinya tanpa disadari merupakan gejala kematian organisasi secara perlahan-lahan.


Madrasrah sebagai salah satu bagian sistem pendidikan nasional tentu memerlukan perhatian dan pengelolaan secara serius. Karena itu, kepemimpinan madrasah ke depan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat dan terbuka menuntut kemampuan yang lebih kreatif, inovatif dan dinamis. Kepala madrasah yang sekadar bergaya menunggu dan terlalu berpegang pada aturan-aturan birokratis dan berpikir secara struktural dan tidak berani melakukan inovasi untuk menyesuaikan tuntutan masyarakatnya, akan ditinggalkan oleh peminatnya. Pada masyarakat yang semakin berkembang demikian cepat dan di dalamnya terjadi kompetisi secara terbuka selalu dituntut kualitas pelayanan yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Perlu disadari bahwa ciri khas masyarakat maju adalah pemegang kendali bukan lagi produsen melainkan konsumen, (The stake holders are not the producers, but the consumers) pilihan-pilihan sudah semakin banyak dan beragam, mereka menuntut kualitas dan pelayanan prima. Tuntutan semacam ini hanya dapat dipenuhi oleh kepala madrasah yang berdaya (empowered), kreatif, memiliki kemampuan leadership dan manajerial yang tanggu, tidak mengenal lelah dan tak kenal putus asa.


Persoalannya adalah bagaimana menjadikan kepala madrasah lebih berdaya agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk memajukan madrasah sebagaimana yang digambarkan itu. Seorang pemimpin dikatakan berdaya manakala yang bersangkutan menyandang kekuatan untuk menggerakkan orang lain. Pemimpin menurut hemat saya, pada sebagian perannya adalah tak ubahnya sebuah accu yang bertugas menjadi sumber penggerak seluruh kekuatan mesin. Karena itu, yang harus dilakukan seorang pemimpin adalah memperluas cakrawala pandang, memperluas batas, menumbuh-kembangkan suara batin secara terus menerus, membangun dialog batin yang positif, mengupayakan dukungan dan berusaha untuk mengetahui keterbatasan diri secara tepat. Proses batin seperti ini jika dilakukan secara terus menerus akan melahirkan kekuatan sebagaimana accu untuk menggerakkan mesin tersebut.


Sebagai seorang pemimpin, tugas-tugas kepala madrasah sebagai seorang pemimpin lembaga pendidikan masa depan tidak cukup hanya sekadar melakukan peran-peran yang berkenaan dengan perencanaan, mengkomunikasikan, mengkoordinasi, memotivasi, mengendalikan, mengarahkan dan memimpin. Lebih dari itu, wilayah tugas pemimpin masa depan, termasuk pemimpin madrasah, harus disempurnakan dengan kegiatan-kegiatan yang membuat orang yang dipimpin mampu, memperlancar, tempat berkonsultasi, membangun kerjasama, membimbing, membagi cinta kasih, mensejahterakan dan mendukung. Dengan demikian, terlihat bahwa hubungan pemimpin dan yang dipimpin, tidak sebagaimana hubungan buruh dan majikannya, patron dan kliennya, melainkan terjalin hubungan kolegial di antara orang-orang yang masing-masing memiliki tanggung-jawab atau integritas pengabdian yang tinggi.


Memperhatikan tantangan dan tanggung jawab kepala madrasah ke depan, di tambah lagi dengan tuntutan yang semakin komplek untuk menyesuaikan dengan tuntutan zamannya, maka ada beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kepala madrasah, antara lain : (1) memberikan space yang luas agar dimungkin kan mereka melakukan kreativitas dan eksperimen pengembangan madrasah dalam berbagai aspeknya, misalnya pengembangan ketenagaan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya pada madrasah yang dipimpinnya sehingga tersedia ruang berkreativitas secara memadai, (2) memberikan kepercayaan yang lebih luas sehingga ada sikap saling percaya (mutual trust) , (3) memperkaya sumber-sumber informasi yang mencukupi, sehingga suasana lembaga tidak kering (resourceful), (4) membantu menghilangkan rintangan atau halangan sehingga tidak banyak kendala (constraints), (5) memfasilitasi sehingga lembaga fasilitatif dan (6) mengevaluasi secara menyeluruh, jujur dan adil, baik pada tataran proses maupun produknya, sehingga ada akuntabilitas (accountability).

Posisi madrasah selama ini diperlakukan kurang adil. Sebab, pada satu sisi madrasah dituntut menghasilkan lulusan yang sama dengan sekolah umum, akan tetapi kurang memperoleh dukungan finansial yang memadai. Lebih-lebih lagi, madrasah yang berstatus swasta. Lembaga pendidikan madrasah, mestinya harus dilihat sebagai lembaga pendidikan yang khas, yang memiliki kharasteristik berbeda dengan pendidikan umum lainnya. Anehnya, selama ini hanya aspek-aspek tertentu diperbandingkan dengan sekolah umum, sedangkan prestasi lainnya diabaikan. Prestasi madrasah di bidang pembinaan akhlak dan spiritual yang sesungguhnya menjadi fondasi kehidupan, baik pribadi maupun masyarakat yang berhasil dibangun selama ini, tidak pernah memperoleh perhatian yang cukup. Madrasah hanya dikenali sebagai lembaga pendidikan yang kurang berhasil di bidang matematika, IPA, Bahasa Inggris dan lain-lain. Ke depan dalam melihat kualitas pendidikan harus dilakukan secara utuh dan komprehensif.


Dalam konteks pengembangan madrasah ke depan, kiranya perlu dikembangkan pemikiran pendidikan Islam yang lebih komprehensif. Kritik-kritik terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam yang muncul akhir-akhir ini, khususnya menyangkut materi yang dikembangkan dipandang terlalu mengedepankan aspek kognitif dan kurang menyentuh aspek-aspek psikomotor dan afektif. Selain itu juga disoroti bahwa pendidikan Islam, dalam melihat ilmu pengetahuan masih bersifat dikotomik, yakni mengkategorisasikan ilmu menjadi ilmu umum dan ilmu agama. Dampak cara pandang seperti itu adalah ajaran Islam yang bersifat universal justru menjadi sempit dan bahkan hanya menyangkut aspek-aspek feriferi kehidupan manusia yang sesungguhnya amat luas. Lebih dari itu, pendidikan Islam dinilai melahirkan pribadi yang kurang utuh.

Terkait dengan upaya menghilangkan dikotomik terhadap cara pandang ilmu, --agama dan


Pikiran-pikiran tersebut di atas sengaja dikemukakan dalam perbincangan pemberdayaan kepala madrasah untuk meningkatkan kinerja (performance), setidak-setidaknya dengan maksud agar menjadi bagian dari tantangan atau persoalan yang perlu segera memperoleh tanggapan untuk meningkatkan kinerja itu sendiri, dan sekaligus kualitas madrasah ke depan. Kemajuan lembaga pendidikan madrasah yang selalu diimpikan, menurut pandangan saya, tidak mungkin diraih sekadar melalui kerja monoton dan rutin, melainkan harus diciptakan upaya-upaya yang lebih kreatif dan inovatif oleh semua pihak dalam menuju kesempurnaan yang sejati. Perbincangan tentang diskursus pemberdayaan madrasah seperti itu menjadi sangat penting. Allahu a’lam.

Sabtu, 11 Desember 2010

Tugas MID Materi PAI II, Rasyidi, S. PdI /Dosen STAI TF Dumai


SOAL UJIAN TENGAH SEMETSER
Mata Kuliah Materi PAI II
Dosen : Rasyidi, S. Pd.I
Petunjuk :
Ujian ini bersifat take home artinya tidak dikerjakan di dalam ruang ujian dalam waktu khusus melainkan dapat dikerjakan secara bebas dan mandiri di rumah dan di tempat lain.
Perhatikan baik-baik pertanyaan ini dan silahkan Antum menelaahnya dengan dukungan berbagai kepustakaan untuk kemudian menjawabnya secara mandiri kemudian dikirim melalui email ke : rasyidi_79@yahoo.co.id  paling lambat 20 Desember 2010.
Setelah dikirim sms ke 081363202589

PERTANYAAN :
SOAL  1.  Antum diminta untuk menjelaskan   secara  konsepsional  mengenai : Pengertian Zakat Dan Pajak, Macam-macam Zakat dan Pajak. Berdasarkan hal itu, coba berikan penjelasan tentang perbedaan antara keduanya.
SOAL 2.  Tuliskan dalil (Al Qur’an / As-sunah) yang dijadikan landasan Hukum tentang Zakat Profesi.
SOAL 3. Upaya apa yang antum lakukan bila menemukan, 1. Panitia Menjual kulit hewan qurban dan uangnya untuk beli makanan ringan panitia, 2. Memasak daging qurban lalu di makan bersama-sama oleh panitia  sedangkan daging itu belum dibagikan. Berikan argument yang jelas.!
SOAL 4. Menurut antum, apakah hokum yang berlaku di Indonesia bertentangan dengan dasar hokum islam, mohon dijelaskan!

Selamat Mengerjakan
11 Desember 2010

Perlu Di Ingat, Jika lewat dari batas ditetapkan maka dianggap tidak MID

Kamis, 02 Desember 2010

SDIT Muslimin (5 Cara Guru Belajar)

5 Cara Guru Belajar

Perubahan paradigma pendidikan yang cukup dramatis pada saat sekarang ini, mau tidak mau menuntut para guru untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan perubahan yang ada. Salah satu cara yang efektif agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan perubahan yang ada yaitu melalui belajar secara terus menerus. Dengan demikian, tuntutan untuk belajar tidak hanya terjadi pada siswa yang dibelajarkannya, tetapi guru itu sendiri pun justru dituntut untuk senantiasa belajar tentang bagaimana mengajar yang baik. Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk belajar, diantaranya:

1.Guru belajar dari praktik pembelajaran yang dilakukannya

Cara belajar guru yang pertama ini dilakukan melalui usaha untuk senantiasa memonitor, menganalisis dan melakukan refleksi atas setiap praktik pembelajaran yang dilakukannya. Melalui cara seperti ini guru akan memperoleh sejumlah pengetahuan dan pemahaman baru (the best practice) tentang siswa, sekolah, kurikulum, dan berbagai strategi pembelajaran. Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu bentuk cara belajar guru semacam ini (Cochran-Smith and Lytle, 1993).

2.Guru belajar melalui interaksi dengan guru lain

Cara belajar guru yang kedua dapat dilakukan melalui interaksi dengan guru lain, baik secara formal maupun informal. Secara formal, misalnya melalui kegiatan mentoring (tutorial) yang dilakukan oleh guru senior yang berpengalaman terhadap guru baru (novice), berdasarkan penugasan secara resmi dari sekolah. Dalam hal ini, guru baru dapat menimba berbagai pengetahuan dan keterampilan dari mentornya (Feiman-Nemser and Parker, 1993). Sedangkan secara informal dapat dilakukan melalui kegiatan pembicaraan yang tidak resmi, misalnya pada saat berada di ruang guru, halaman sekolah dan tempat-tempat lainnya yang sifatnya tidak resmi. Bentuk lain belajar melalui interaksi dengan guru lain adalah melalui kegiatan MGMP/MGBK dan pertemuan profesional lainnya, dimana guru dapat saling belajar dan berbagi pengetahuan. Kegiatan supervisi pembelajaran, baik oleh guru senior, kepala sekolah maupun pengawas sekolah, termasuk ke dalam kategori cara belajar ini. Demikian juga, program lesson study merupakan salah satu bentuk cara belajar guru melalui interaksi dengan guru lain.

3.Guru belajar melalui ahli/konsultan

Cara yang ketiga, guru dapat belajar melalui ahli/konsultan. Dalam kegiatan ini, sekolah menyediakan seorang atau beberapa orang ahli/konsultan khusus dari luar untuk membelajarkan para guru di sekolah. Secara berkala, ahli/konsultan tersebut dihadirkan di sekolah untuk membelajarkan guru, misalnya dalam bentuk workshop atau layanan konsultasi. Melalui cara ini, para guru akan memperoleh pemahaman tentang berbagai inovasi pendidikan sekaligus memperoleh bimbingan dalam penerapannya. Dalam konteks ini, pengawas sekolah (educational supervisor) seyogyanya dapat diposisikan sebagai tenaga konsultan yang dibutuhkan untuk kepentingan peningkatan kemampuan guru.

4.Guru belajar melalui pendidikan lanjutan dan pendalaman

Asumsi yang mendasari cara yang keempat ini, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang, semakin lebih baik pula tingkat kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kemampuan guru, seyogyanya guru didorong untuk dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau mengikuti pendidikan pendalaman akademik. Pendidikan lanjutan artinya guru melanjutkan studi sesuai dengan bidangnya, misalkan seorang guru Bimbingan dan Konseling yang sudah memiliki tingkat pendidikan S1, kemudian dia melanjutkan lagi studinya ke S2 Program Magister Bimbingan dan Konseling, dan seterusnya. Sedangkan pendidikan pendalaman, bisa dilakukan melalui kursus-kursus dan pendidikan alternatif yang relevan. Misalnya, guru Ekonomi yang berlatarbelakang S1 Pendidikan Ekonomi, untuk pendalaman bidang akademiknya dia bisa mengikuti pendidikan S1 alternatif di Fakultas Ekonomi.
Di samping memperoleh kemampuan yang lebih baik, kegiatan pendidikan lanjutan berkolerasi pula dengan tingkat penghasilannya (Renyi, 1996). Di Amerika, kegiatan pendidikan pendalaman banyak dilakukan pada musim summer atau setelah selesai jam sekolah. Demikian pula, di negara-negara tertentu, guru-guru banyak mengikuti program in service trainning dengan dititipkan (pencangkokan) di Perguruan Tinggi untuk beberapa lama.

5.Guru belajar melalui cara yang terpisah dari tugas profesionalnya.

Cara yang kelima ini, guru belajar tentang hal-hal yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan tugas-tugas profesionalnya, seperti pengembangan kemampuan intelektual dan moral terkait perannya sebagai orang tua, mengikuti pelatihan sebagai pengurus organisasi di masyarakat, pelatihan kepemimpinan dalam bisnis dan sebagainya. “They learn about nondidactic forms of instruction…”, demikian dikemukan oleh Lucido (1988). Meski tidak berhubungan langsung dengan tugas profesionalnya, beberapa hasil-hasil pelatihan tersebut dapat ditransfer untuk kepentingan penguatan kemampuannya sebagai guru.

Rabu, 01 Desember 2010

Kepuasan Insan


Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik ra. Bahwasanya Rasulullah saw
bersabda: Seandainya seseorang itu mempunyai satu lembah dari emas
niscaya ia ingin mempunyai dua lembah, dan tidak ada yang dapat
memenuhi mulutnya kecuali tanah (ia tidak akan merasa puas terhadap
dunia ini sebelum mati) Dan Allah akan senantiasa menerima taubat
orang yang bertaubat
“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Manusia dengan segala pernik-pernik di dunia ini mudah sekali untuk
tergoda, bahkan hingga pada taraf ingin memiliki lebih dan lebih.
Dalam benaknya terlintas bagaimana keinginan itu tetap menjadikan
realita dan cita-cita.

Pada diri manusia ada sifat tamak, rakus dan qonaah (puas hati).
Masing-masing diri manusia ada kecenderungan untuk menjadi manusia
rakus, tamak dan ada juga manusia yang qonaah dengan apa yang
diberikan Allah kepadanya.

Kita sama tahu bagaimana kisah Qorun, dengan kekayaan yang dimiliki
dan ingin selalu memiliki. Hingga gudangnya penuh dengan kekayaan
melimpah ruah, sampai gembok dan kuncinyapun besarnya alang kepala.
Namun sang Qorun masih tetap tidak puas (qonaah) atas pemberian Allah,
harta yang banyak sebagai amanah padanya. Bahkan karena terlalu
kayanya hingga timbul rasa kikir dan pelit. Takut hartanya berkurang,
darimana harus mendapatkannya lagi jika harta itu berkurang.

Demkianlah Qorun dengan tamaknya pada harta hingga belum merasa puas
jika tidak memiliki dua, tiga gudang dan seterusnya. Timbul sifat
tamak, karena tidak menyadari bahwa harta hanya merupakan titipan
sementara. Tidak paham bahwa kehidupan abadi ada di surga. Tidak tahu
bahwa harta bisa menyelamatkan dan mencelakakan dirinya. Jawaban apa
yang akan diberikan kepada Allah tat kala ditanyakan tentang dua hal,
pertama : waktu yang diberikan dan dipergunakan untuk apa, kedua :
harta dari mana di dapatkan dan dibelanjakan kemana?

Harta banyak belum tentu menambah ketenangan, harus memikirkan juga
bagaimana mengurusi dan menjaganya. Sehingga waktupun banyak tersita
dengannya. Sehingga menjadikan agenda pemikiran tiap hari dan menyita
waktu yang banyak. Lain halnya bila harta banyak tapi tidak menggangu
konsentrasinya, selalu Allah sebagai agenda setiap harinya.
Pemikirannya tertuju hanya untuk Allah yang satu semua harta di
belanjakan.

Dalam surat takatsur dijelaskan, ciri has manusia adalah selalu
mengumpulkan harta bermegah-megahan sehingga melalaikannya. Asyik
dengan hal dunia saja dengan harta, pangkat, jabatan. Sehingga
melalaikan Allah, hingga ketika mulutnya di sumpal dengan tanah (mati)
maka baru menyadari bahwa dirinya telah dipanggil oleh Allah dan baru
merasa puas dan sadar.

Tiada yang bisa menghentikan ketamakkan diri manusia, kecuali mati
menjemputnya. Bila tujuan dan misi hidupnya hanya untuk Allah semata,
maka apapun yang diamanatkan oleh Allah kepadanya, akan di pergunakan
dengan sebaik-baiknya. Tidak menghianati dan melalaikan apa yang Allah
titipkan kepada dirinya.

sumber: http://www.muslimdelft.nl/titian-ilmu/hadits/nilai-kepuasan-manusia