Senin, 15 November 2010

SIT, Solusi Pendidikan Masa Kini

Disadari atau tidak telah terlihat di tengah-tengah masyarakat saat ini sedang berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mengapa semua ini terjadi?

Dalam keyakinan Islam, krisis multidimensi tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh kemaksiyatan yang dilakukan manusia setelah sekian lama hidup dalam sistem sekuleristik. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.

Sistem pendidikan yang materialistik telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai Ilmu Pengtehauan dan Teknologi (IPTEK) sebagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam. Pendidikan yang materialistik lebih memberikan suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material, semisal gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dan diilusikan harus segera dapat menggantikan investasi pendidikan yang telah dikeluarkan. Dalam segi yang lain, disadari atau tidak tengah terjadi proses penghilangan capaian nilai non materi berupa nilai transendental yang seharusnya menjadi nilai paling utama dalam pendidikan. Atas semua hal di atas, sampailah kepada kita satu kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan, yakni terasingkannya manusia dari hakikat visi dan misi penciptaannya.

Satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk keluar dari krisis pendidikan itu adalah mengembalikan proses pendidikan kepada konsepsi pendidikan Islam yang benar. Secara paradigmatis, aqidah Islam harus dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma baru yang berasaskan pada aqidah Islam ini harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi.

Selain itu, harus dilakukan pula solusi strategis dengan menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat fungsional, yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru yang amanah dan kafaah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan budaya sekolah yang optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.

Berangkat dari paparan di atas, maka implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-kanak isla Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) dan hingga Perguruan Tinggi Islam Terpadu (PTIT)

Konsep Pendidikan Islam Terpadu

1. Keterpaduan Kurikulum Kepribadian Islam, Tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan

Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni (1) Berkepribadian Islam, (2) Menguasai tsaqofah Islam, (3) Menguasai ilmu kehidupan (pengetahuan dan teknologi).

Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam seluruh aktivitas kesehariaannya. Identitas kemusliman akan nampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam. Islam mendorong setiap muslim untuk maju dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut ilmu, baik ilmu yang berkaitan langsung dengan Islam (tsaqofah Islam) maupun ilmu pengetahuan umum (iptek).

Menguasai ilmu kehidupan Ilmu Pengtehauan dan Teknologi (Iptek) dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini. Lebih dari itu, Islam bahkan menjadikannnya sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu seperti teknik, kedokteran, pertanian dan sebagainya sangat dibutuhkan umat.

2. Keterpaduan Pendidikan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat

Secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis di samping masing-masing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh kualitas proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya minimasi pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Selanjutnya, dibuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.

3. Keterpaduan Sekolah, Asrama/Pesantren dan Masjid

Untuk meciptakan kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif masyarakat, program full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Karena itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren dan masjid yang berperan penting dalam pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat diharmonisasikan. Sekolah berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secara formal sesuai dengan jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan formal. Sikap disiplin, kemandirian, kepemimpinan dan tanggung jawab dapat diciptakan dalam asrama. Sedangkan masjid merupakan pusat kegiatan keislaman siswa. Di masjid, siswa akan melakukan shalat berjamaah, pembinaan kepribadian dan kegiatan lainnya. Jika ketiganya diintegrasikan, diharapkan akan tercipta budaya sekolah yang ideal.

Akhirnya kepada pembaca tulisan ini penulis berharap, mari kita jadi Sekolah Islam Terpadu (SIT) sebagai solusi pendidikan anak anak kita masa kini.

Syukron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar